Waktu telah cepat berlalu, sudah berapa lama ga
pernah nulis di blog ini. Menceritakan sebuah cerita, pemikiran ataupun apa
yang gw rasakan. Entah karena gw nya yang kehabisan ide untuk menulis, entah
emang karena engga ada cerita yang menarik, entah karena gw engga punya waktu
untuk bercerita di sini. Sekarang gw pengen menuliskan sebuah cerita perjalanan
yang baru-baru ini gw lakukan bareng-bareng sama PPRPG Satya Soedirman.
Prolog
Kamis, 4 Juni 2014 gw masih berkeliaran di
kampus tercinta. Melakukan hal-hal yang sudah menjadi rutinitas gw sebagai
mahasiswa tingkat akhir. Yaa mahasiswa tingkat akhir (Gabut parah) hehe. Siang ini
gw masih ragu apakah bakalan ikut sama saudara-saudara PPRPG SS. Mereka udah
ngajak dari jauh-jauh hari untuk jalan ke Pantai Sancang atau lebih dikenal
dengan Leuweung Sancang. Sempet agak males ikut karena hati dan mood gw lagi kacau
banget. Ada sesuatu yang membuat gw kecewa akhir-akhir ini di kampus, takutnya
kepikiran dan bikin gw ga menikmati perjalanan. Tapi pada akhirnya gw
memutuskan untuk ikut aja, siapa tau bisa mengurangi rasa kekecewaan gw, lagian
gw udah lamaaaaaa banget ga ikut berkegiatan di SS.
Malam harinya, gw kontak lagi orang-orang yang
sudah masuk di list peserta susur pantai Sancang ini. Sampai malam hari ini
peserta yang ikut itu ada Gw, Deni, Donny, Mang Iis, Mang Irhan, Esfi dan Azis
(adiknya Mang Iis). Ternyata perjalanan kali ini gw bakalan jalan-jalan bareng
sama orang-orang legend loh hihihi :p. Deni dan Donny adalah temen angkatan
Banyu Karikil gw. Sedangkan Esfi itu angkatan setahun di atas gw, angkatan
Senja Kencana. Kalo Mang Iis dan Mang Irhan ini udah beda sekitar 8 tahun sama
gw, mereka ini seangkatan, nama angkatannya Titisan Senja. Satu hal yang amat
sangat berharga di SS sendiri ini yaitu kekeluargaanya yang sangat erat. Biarpun
kita terpaut beberapa tahun, tapi kita masih
bisa jalan bareng, main bareng.
Jumat, 5 Juni 2014
Gw baru pulang dari kampus pas adzan
subuh. Sampai di rumah salat terus tidur. Hari ini meeting point di rumah Mang
Iis pukul empat sore. Gw sama sekali belum packing untuk berangkat, tapi gw
mikir emang mau bawa apa coba ahaha barang-barang gw lagi dipinjem juga sama
temen kampus gw. Lagian mata ini udah ga bisa diajak untuk melek lebih lama,
sama sekali belum tidur gw. Sehabis salat Jumat, gw langsung siap-siap. Packing
beberapa baju, headlamp sama kamera doang. Abis itu gw sempet ke kampus dulu
buat ketemu sama pacar hehe :p. Akhirnya sekitar pukul empat lebih sedikit gw
udah sampai di rumah Mang Iis. Ternyata yang lain belum pada datang, baru ada
gw, Donny dan Mang Iis selaku tuan rumah.
Selagi menunggu yang lain datang, gw
sempat terlibat dalam sebuah obrolan dengan Mang Iis dan Donny. Udah lama ga
ngbrol sama mereka. Bercerita tentang apa aja yang sudah gw lakukan dan apa
yang sudah gw lewatkan ketika menghilang di SS.
“Sejauh apapun lu pergi, sebanyak apapun
kegiatan lu. Jangan lupa untuk pulang, Gar. Inget dimana tempat yang pernah
membesarkan lu.”
Sebuah quote yang terlontar dari
Mang Iis, untuk mengingatkan gw agar gw jangan pernah lupa untuk balik lagi ke
SS, ke tempat pertama kali gw belajar banyak hal. Saat itu juga gw merasa
sangat bersalah. Emang udah lama banget gw engga pernah main, jalan ataupun
berkegiatan sama SS. Udah hampir dua tahun lamanya gw pergi keluar dari “rumah”.
Denger cerita dari Mang Iis dan Donny, ternyata udah banyak yang berubah di SS
itu sendiri. Sedih juga menyadari gw kemana aja selama ini, ngapain aja gw dua
tahun ini sampai ga sempet buat pulang L
Singkat cerita, semua sudah berkumpul
kecuali Esfi yang bakalan kita jemput di Jakarta. Berangkatlah kita jam lima
sore dari kediaman Mang Iis. Kita berangkat pakai mobilnya Mang Iis, jadi enak
ga perlu naik turun angkutan umum hehe. Mobil pun melaju di jalan tol Jagorawi,
disinari cahaya matahari yang mulai menguning menandakan senja akan tiba. Ada
sebuah perasaan syukur dalam hati gw, meskipun gw telah lama menghilang tapi gw
masih bisa diterima di tengah-tengah hangatnya sebuah kelurga, sama hangatnya
seperti sinar matahari sore ini.
Pukul tujuh malam, kita berhenti di
rest area di tol Cipularang, oh iya Esfi tadi udah sama kita kok hehe. Menunaikan
salat Magrib dan Isya di rest area ini. Perut mulai lapar juga, mungkin karena
selama perjalanan dari Bogor sampai di sini kita engga berhenti ngobrol. Rencana
kita sih bakalan makan di Garut aja, mau sekalian kulineran ahaha
“Dan lalu. . rasa itu tak mungkin lagi kini tersimpan di hatiBawa aku pulang, Rindu. Bersamamu!” Pulang – Float
Lagu Pulang dari Float mengalun
dengan pelan di dalam mobil di perjalanan menuju Garut seakan-akan turut
menikmati kepulangan gw ke keluarga ini, melempar gw ke dalam pusaran waktu,
mengingat dan mengenang apa aja sudah gw lewati. Ini salah satu bagian yang
paling gw suka ketika dalam sebuah perjalanan, mengingat apa saja yang sudah
lewat dalam hidup gw. Sama seperti pemandangan yang gw liat dari jendela mobil,
terus berganti. Hidup adalah sebuah perjalanan yang sangat panjang.
Sabtu, 6 Juni 2014
Tepat pergantian hari
kita sampai di Garut, setelah muter-muter di Garut, akhirnya kita memutuskan
untuk makan di Alun-Alun kota Garut. Awalnya sih pengen makan sate domba, tapi
engga nemu, jadinya malah makan sate kambing deh -__- beres makan kita langsung
meneruskan perjalanan kita. ini sebenernya bagian dari perjalanan yang gw
males. Dari Garut menuju Sancang. Gw tau jalannya itu belok-belok kaya jalan
menuju kawasan Puncak Bogor, tapi lebih parah, kenapa gw bisa tau? Karena gw
sebelumnyapernah ke Sancang pas praktikum PPEH (Praktikum Perkenalan Ekosistem
Hutan).
Wisma Lapan |
Tim Hore |
Pagi-pagi sekitar
pukul tujuh pagi kita pamit sama bapak-bapak baik hati di LAPAN untuk langsung
menuju Sancang. Dari Pamengpeuk ini ga terlalu jauh, Cuma sekitar setengah jam
kita udah sampai di Sancang. Sebelum masuk ke pantainya, kita kaya masuk sebuah
perkebunan gitu. Kalo ga salah nama perkebunannya Miramare deh hehe. Ini sih
tempat gw nginep waktu gw praktikum PPEH ahaha. Singkat cerita kita cari warung
untuk nitip mobil dan sarapan. Sarapan pagi ini kita ke ibu warungnya minta
dimasakin telur dadar doang. Biarpun makannya Cuma pakai telur dadar, tapi itu
nikmat banget hehe
Setelah perut kenyang,
kita mulai perjalanan untuk menyusuri pantai Sancang. Perjalanan kami awali
dengan naik perahu getek untuk menyeberangi sebuah muara yang agak besar. Ongkos
menyeberang ini ga mahal ko, seorang cuma kena Rp. 2000. Lagian emang ga lebar
banget, cuma sekitar 50 meterlah. Sancang ini sebenernya termasuk sebuah
kawasan konservasi, statusnya kalo ga salah sih Cagar Alam. Oh iya, Leweung
Sancang ini terkenal mistis juga loh hehe. Mitosnya sih, ini merupakan tempat
moksanya Prabu Siliwangi.
Perahu Getek, untung ga Geli |
Langkah demi langkah
kami lewati dengan berbagai obrolan, canda dan tawa. Sebenernya gw lebih suka
kalo trekking di gunung, soalnya kalo di daaerah pantai tuh kerasa panas hehe. Selama
perjalanan kami sempat melewati beberapa muara. Untungnya muaranya lagi surut
jadi engga terlalu dalam.
Nyebrang Muara |
Dua jam sudah kami
berjalan menyusuri pantai, tibalah kita di finish. Sebenernya, susur pantai ini
merupakan sebuah tradisi turun-temurun di SS. Dulu, pas angkatannya Mang Iis
dan Mang Irhan, susur pantai ini merupakan syarat untuk anggota SS mendapatkan
nomor anggota, tapi seiring berjalannya waktu, untuk pengambilan nomor anggota
digantikan dengan program masa bakti selama setahun. Kembali lagi bicara
finish, finish susur pantai ini ditandai dengan adanya “pohon SS”. Pohon yang
tumbuh sebatang kara agak jauh dari bibir pantai.
Selain ada pohon SS,
di finsh kita itu ada sebuah perkampungan nelayan. Di perkampungan ini hanya
terlihat beberapa rumah, mungkin sekitar 10-15 rumah yang terbuat dari kayu, dan
itupun ada beberapa rumah yang engga ada penghuninya. Selayaknya pendatang kita
pun ngobrol dengan beberapa warga yang ada di tempat. Ada sebuah rumah yang
juga berfungsi sebagai warung. Dengan trik memesan beberapa gelas kopi, kami
pun berinteraksi untuk meminta ijin bermalam di sini.
Mang Pedo nama Bapak
yang kami temui sebagai suami dari pemilik warung. Dari beliau juga gw sempet
denger kalo di sini tiap tahun ada anak Fahutan IPB yang praktikum di sini. Emang
sih, di belakang perkampungan nelayan ini terdapat hutan pantai dan kalo kita
jalan sedikit lebih jauh, kita bakalan nemuin ekosistem mangrove. Mang pedo
sangat ramah, ciri khas seseorang yang tinggal jauh dari peradaban kota dan
sering berinteraksi dengan alam. Beliau juga sempat menawarkan untuk menginap
di rumahnya. Tapi kami memilih untuk membuat camp di pinggir pantai hehe.
Ga lebih dari satu
jam, camp kita jadi. Selepas itu kita santai menunggu sore datang. Camp kita
cuma beratapkan selembar flysheet, beralaskan matras dan beberapa hammock tapi
untuk gw pribadi, ini lebih dari cukup untuk bermesraan dengan alam. Siang itu
gw lewati dengan bersantai di atas hammock sambal dengerin lagunya Answer Sheet
yang judulnya A Love Beach, Sadranan
“This is the place where I’m going to, the place I’ll take you I’ll take you there, once again”
Sore hari menjelang, cuaca sore ini agak cerah jadi pas banget buat
nikmatin sunset. Yaa pantai selalu identic dengan sunset. Beda sama gunung yang
identic dengan sunrise ahaha. Sore ini pantainya lagi surut, jadi kita bisa
jalan-jalan agak ke tengah. Selagi foto-foto, gw mikir kalo lagi surut gini,
air pantainya tuh kemana yaah ahaha. Setelah puas foto-foto kami pun bersiap
untuk menyambut malam.
Sebelum malam tiba, kita minta tolong ke Mang Pedo untuk dicarikan ikan
segar buat dibakar. Wuiiih mantep ga tuh makan ikan bakar yang baru aja
ditangkap dari laut. Pengennya sih mancing sendiri tapi ga ada satupun dari
kita yang bawa alat pancing ahaha jadi terpaksa deh minta tolong hihihi :p
Makan malam hari ini pun terasa lebih nikmat, makan ikan bakar, nasi
liwet ditemani oleh suara ombak pantai Sancang dan langit bertabur bintang. Bersyukur
banget gw bisa mengalami hal seperti ini dihidup gw.
Acara malam ini ga cuma sampai disitu, setelah puas makan ikan bakar
kita langsung bikin api unggun dan bakar sosis ahaha nikmat banget. Sumpah deh,
biarpun perut udah kenyang tapi ayo aja terus di gas sama sosi bakar hihihi. Ikan
habis dan sosis ga bersisa dan malam semakin larut. Masuklah kita ke sesi
berikutnya yaitu ngobrol (ngobrol mulu xp)
Obrolan malam itu dibuka dengan sebuah ungkapan syukur atas apa yang
kami dapatkan. Sebuah pengalaman, keindahan serta hangatnya kekeluargaan. Jujur,
gw sangat beruntung pas SMA gw bisa masuk ke keluarga ini, dari PPRPG SS ini
lah gw banyak belajar mengenai berbagai hal. Nilai-nilai kehidupan yang engga
pernah bisa didapatkan dibangku pendidikan formal. Gw jadi inget sebuah quote
yang pernah gw baca “Now, I see the
secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to
eat and sleep with the earth” dan
itu memang benar adanya. Malam ini ditutup dengan sebuah pelajaran yang
berharga.
Minggu, 7 Juni 2014
Hal paling indah menurut gw adalah ketika lu bangun tidur itu, lu
langsung melihat langit dan sadar bahwa lu udah tertidur bersama alam. Gw emang
paling seneng pas lagi camping itu tidur di luar, ya kalo keadaannya
memungkinkan. Pagi ini pas gw membuka mata gw disuguhi oleh pemandangan pasir
putih, langit biru dan riak ombak kecil. ga banyak yang gw lakukan di pagi ini.
Selepas sarapan, kita cuma berenang. Sayang pantainya sedikit keruh. Usut punya
usut, Mang Pedo bilang kalo di laut lagi kenceng arusnya sehingga pantainya
jadi keruh deh L
tapi itu ga menyurutkan niat kami untuk main air. Lu belum ke pantai kalo engga
main air ahahaha
Puas main air, tibalah saatnya untuk pulang. Setelah beberes kita pun
langsung pamit ke Mang Pedo. Engga tau kenapa, perasaan kalo pulang itu
biasanya lebih cepet dari pas berangkat. Satu hal yang sampai sekarang gw engga
pernah ngerti juga selain masalah pasang surutnya pantai hehe. Singkat cerita
kita pualng dengan selamat sentosa sampai di rumah. Tujuan dari sebuah
perjalanan adalah pulang ke rumah dengan selamat :D
Mantap ger. Hampir sama kayak gue. Jarang pulang ke "rumah".
BalasHapusGa harus selalu di rumah yan tapi harus tetep inget sama rumah hehe
Hapus