Halo semua, sudah lama ternyata gw engga nulis
kelanjutan cerita pas kegiatan di Lombok, tepatnya desa Sajang. Tulisan ini
bukan sambungan dari cerita sebelumnya. Ini merupakan cerita kunjungan gw,
Ginanjar, Kak Lola, Apel, Kang Iqbal dan Zahra ke Lombok dalam rangka jadi
relawan. Jadi relawan? Mungkin beberapa orang bakalan berpikir ko baru sekarang
jadi relawannya? Yaa untuk berbuat baik engga ada kata telat toh. Selain itu,
kita ke sini untuk membantu mengembalikan semangat anak-anak dan petani kopi di
Desa Sajang ini.
Sedikit cerita, jadi tim kami ini sudah berada
di Lombok dari tanggal 16 dan memulai kegiatan tanggal 17 ke Lombok Utara dan
selanjutnya kegiatan kami berfokus di daerah Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.
Gw sendiri baru merapat ke Lombok pada tanggal 22 Oktober 2018.
Oh iya tim kami ini ada Ginanjar, mahasiswa
dari Jogja yang sebelumnya memang sudah jadi relawan di Lombok ini ketika gempa
mengguncang. Ada juga sepasang suami istri yang sangat mengisnpirasi gw, Kak
Lola dan Kang Iqbal. Sama sama anak Fahutan IPB, mereka kakak kelas gw di
kampus dan Apple anaknya yang dari kecil sudah dikenalkan dengan alam dan
kesederhanaan terus ada Zahra.
Kang Iqbal dan Kak Lola |
Apple makan Strawberry |
Zahra (paling kanan) |
Ginanjar (tengah) |
Emang dari dulu pas masi jaman ngampus, Kak Lola dan Zahra ini aktif dikegiatan belajar dan bermain bersama anak-anak, dulu sempet kita bikin Sekolah Rimbawan Kecil. Jadilah focus kegiatan kita selama di sini lebih dikhususkan untuk anak-anak yang terkena dampak bencana gempa Lombok. Gw sendiri sebenernya ada tujuan lain juga ke sini. Gw pengen silahturahmi sama desa Sajang yang sebelumnya udah gw ceritakan cukup banyak ditulisan sebelumnya. Karena gw baru datangnya tanggal 22, jadi gw engga bisa certain detail kegiatan sebelum-sebelumnya. Ini sih beberapa bentuk kegiatan yang lain sebelum gw datang.
Paud Al-Mukmin Desa Sajang |
24 Oktober 2018. Hari ini gw berkesempatan
pergi ke sebuah Paud di sekitar Desa Sajang sama Zahra. Kali ini cuma berdua
karena yang lain sudah pulang duluan, daku datang mereka pergi hiks. Okee jadi
nama paudnya itu Paud Al-Mukmin. Kondisi paud di sini sangat-sangat lah
menyedihkan, bangunan mereka roboh akibat gempa yang mengguncang waktu itu.
Kini mereka harus belajar di dalam tenda darurat yang didirikan ditengah
lapangan dengan latar belakang sang dewi Anjani. Kalo pagi emang luar biasa
indah, tapi kalo sudah agak siang sedikit, butuh kesabaran dan ketabahan yang
tinggi untuk tetap belajar di dalam tenda nya. Panaaaas sob. Bener-bener
panaaas.
Ketika gw sama Zahra datang diantarkan oleh
Mbak Nurahmi (relawan local ACT), anak anak sudah menunggu bersama guru dan
orang tuanya. Ada beberapa guru yang menjadi pengajar di Paud ini, ada 6 orang
guru dengan total ada 77 murid dari berbagai usia. Sayangnya hari ini engga
semua murid bisa hadir bersama kita. Kegiatan kita mulai dengan berdoa terlebih
dahulu dan dilanjutkan dengan bernyanyi. Siapa yang engga suka bernyanyi. Semua
senang bernyanyi dan bersenandung, meskipun mereka masih dalam keadaan berduka,
meraka tetap bernyanyi dan bersenandung dengan suka cita.
Menurut gurunya, anak-anak akan lebih senang
kalo diajak bermain dulu sebelum mereka belajar. Ahahah emang pada dasarnya
anak-anak itu harusnya bermain, tapi bukan bermain sama gadget. Alhamdulillah
anak-anak di sini jauh dari kata gadget, online game apalagi media sosial. Pada
dasarnya akan-anak harusnya main di luar, lari-larian, jatuh, kena debu ahaha
sok tua gw ahaha. Tapi emang beda banget deh anak-anak di desa sama yang ada di
kota-kota besar. Sepupu gw salah satu yang udah kecaduan gadget, bayangin aja
pas lebaran bukannya ngbrol sama saudara-saudara dia malah asik main gadget.
Selama proses bermain dan belajar, gw melihat
semangat dan ketabahan yang luar biasa dari guru, anak-anak, dan para orang tua
murid yang menemani. Mereka tetap bertahan di dalam pengapnya suasana tenda,
wajah-wajah ceria dan antusias selama Zahra berdongeng untuk mereka. Gw emang
agak susah sebenernya deket sama anak kecil, tapi gw selalu dapet pelajaran
berharga setelah ikut kegiatan ini.
Untuk mereka yang berada jauh di desa, jauh
dari hiruk-pikuk kota, dalam keadaan duka pasca bencana mereka memiliki modal
yang sangat kuat untuk bisa bangkit lagi. Semangat dan senyuman murni yang
terpancarkan dari mereka memberikan aura positif untuk gw pribadi. Mereka tidak
pernah mengeluh, tidak mengharapkan bantuan meskipun mereka sesungguhnya layak
mendapatkannya. Mereka tetap menjalani hidupnya, berusaha mandiri dan bertahan
serta selalu bersyukur dengan yang ada. Malu gw sama diri sendiri, kadang gw
engga bersyukur padahal gw sudah diberikan fasilitas yang layak untuk belajar
tapi masih suka males. Sepertinya gw harus banyak belajar.Beruntunglah kalian
yang masih bisa belajar duduk dengan nyaman, dalam ruangan yang dilengkapi oleh
AC. Engga semua bisa merasakan kesempatan yang sama dengan apa yang kita
rasakan.
Pagi ini, di hadapan sang Dewi Anjani, mereka
bersenandung. Bernyanyi untuk membesarkan hati. Dan gw? Terlempar ke dalam
pusaran perasaan. Apa yang sudah gw lakukan untuk mereka? Untuk para penerus
bangsa? Sampai kapan mereka bertahan dalam tenda panas demi sebuah proses
pendidikan?
Komentar
Posting Komentar