Sebuah Anugerah
Sudah lama juga engga
meneruskan tulisan ini. Ada beberapa hal yang mesti gw lakukan juga sebenernya
ahaha alasen aja sih sebenernya mah. Gw coba untuk meneruskan cerita ini lagi.
Cerita saat gw ke Lombok, Desa Sajang tepatnya. Salah satu desa yang pada saat
bulan Agustus kemarin terkena musibah gempa (sedih banget) nanti ada bagian
khusus yang menceritakan itu. Biarkan gw menulis lanjutan cerita ini dulu.
Masih terbangun dan
senantiasa menikmati pagi yang indah di kaki gunung Rinjani, membuat gw selalu
suka untuk bangun pagi di sini. Kalo pas di Bogor sih bangun pagi juga (:p)
tapi ga sesenang di sini. Berada di kaki gunung Rinjani yang merupakan salah
satu Taman Nasional di Indonesia dan baru baru ini dinobatkan sebagai sebuah
kawasan Geopark oleh UNESCO, memberikan sebuah potensi yang luar biasa untuk
desa Sajang ini terutama potensi untuk menjadi sebuah kawasan wisata berbasis
perkebunan. Isitilahnya sih Agroedutourism ahaha keren gaa?
Berhubung gw lulusan
dari Fahutan IPB dengan departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
ada beberapa hal yang pernah gw pelajari mengenai wisata, terutama ekowisata
dan memang akhir-akhir ini bisnis ekowisata, trip operator dll nya lagi hits
dan rame banget. Membuat gw tergerak untuk ngomporin pemuda-pemuda sini untuk
membangun desa mereka melalui wisata. Sayang banget kalo desa ini yang bergerak
hanya bapak-bapaknya membangun perkebunan kopi tapi pemuda-pemudanya pada pergi
ke kota meninggalkan desa mereka
Berhubung gw mau
lihat potensi yang ada di sini, gw sekalian deh jalan-jalan dikit ke Bukit
Pergasingan. Salah satu bukit yang masih berada di deket desa Sajang,
berseberangan langsung dengan Gunung Rinjani. Sedih juga sebenernya ada di desa
deket sama Rinjani tapi belum dikasih kesempatan naik ke gunung Rinjaninya.
Padahal Rinjani merupakan salah satu gunung yang gw cita-citakan untuk
dikunjungi. Allah pasti punya sebuah alasan kenapa gw belum dikasih kesempatan
buat naik ke sana.
Balik lagi ke Bukit
Pergasingan, adalah Ruhin yang semangat banget buat ngajak gw main ke sana.
Akhirnya pas tanggal 11 April 2018, gw memutuskan untuk berangkat ke Bukit
Pergasingan sore hari dianter sama Ruhin, Odax dan Obet ahaha Namanya unik tapi
sumpah Odax dan Obet baik banget. Buat alat-alat yang bakalan di pakai kemping
di Bukit Pergasingan disiapkan semua oleh mereka, jadi gw tinggal bawa badan
aja karena emang dari Bogor gw engga bawa alat-alat begituan. Berangkatlah kita
sekitar jam 4 sore.
Perjalanan kita mulai
dari desa Sajang pakai motor, jaraknya cuma 10 menit dari Desa Sajang untuk
sampai lokasi penitipan motor di Bukit Pergasingan. Bukit Pergasingan ini
rupanya sudah dikelola oleh masyarakat sekitar sana, tapi engga kaya di Jawa
yang ketika sebuah tempat wisata dikeola langsung banyak pungli dan lala lala
nyaa. Di sini tuh engga kaya gitu, bahkan dengan adanya mereka yang mengelola
jadi turut membantu para tamu juga kalo ada kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan. Naro motor di penitipan, kita pun melanjutkan perjalanan dengan
jalan kaki (yaiyalah, emangnya mau naik delman apa).
Ada sebuah perasaan
takut dalam hati gw sebenarnya ketika akan kemping ke Bukit Pergasingan ini. Gw
emang seorang anggota katakan lah pecinta alam, biarpun Namanya engga ada
embel-embel pecinta alamnya. Ketakutan gw berasal dari kondisi fisik gw yang
udah engga kaya dulu, sekarang gw kan udah punya penyakit diabetes. Pengalaman
terakhir naik gunung pas gw diabetes itu bener-bener biking gw takut. Meskipun
ini cuma “bukit” tapi jangan kira gampang -__- tracknya itu loh luar biasa.
Di awal track kita
bakal disambut sama tangga, iya tangga beneran dan curam sekitar 200 meter.
Bukan lumayan lagi sih, kaki baru awal udah dihajar sama tanjakan begitu ahaha
sebeeeel. Mau dikata apa juga mau engga mau ya harus nanjak, kalo turun mah ke
pantai buka ke gunung atau bukit. Kita baru mulai pendakian ini malem, tepatnya
setelah magrib. Sepanjang perjalanan jangan harap bakalan ketemu sama Chelsea
Islan ataupun ketemu sama bonus. Tracknya itu satu punggungan full nanjak
dengan elevasi dan kemiringan yang agak lumayan bikin kita bisa melatih
kesabaran kita dengan baik.
Lama perjalanan dari
bawah sampai puncak bukit Pergasingan itu sekitar dua jam dengan kecepatan
siput ala gw. Selama dua jam tersebut untungnya gw terhibur dengan Odax dan
Obet yang telfonan terus sama kekasih mereka. Iyaa di bukit Pergasingan ini
sinyal masih ada, jadi buat temen-temen yang mau langsung update di medsos bisa
tenang. Yang paling gw ingat dari mereka berdua itu ketika mereka bilang kata
cinta. Nyebutnya tuh kaya Cyiiintaaaaah agak agak mendesah gitu. Geli deh
pokoknya tapi lucu ahaha sampai sekarang nada tersebut masih terngiang ngiang
di telinga gw ahaha. Terus Ruhin gimana? Ruhin engga telfonan, dia lagi
bergelut sama tanjakan dan hatinya yang galau, jadi emang posisi Ruhin sekarang
ini lagi galau hehe
Sampai di puncak
Pergasingan, kita langsung mendirikan tenda dan masak makan malam. Sebuah hal
yang sebenernya sederhana tapi sangat berharga, menikmati dingin malam dengan
segelas kopi dan api unggun yang menyala memberikan semburat warna jingga.
Langit malam itu bener-bener luar biasa. Bintang-bintang bersinar dengan
terangnya, tanpa terganggu oleh sombongnya polusi cahaya kota-kota besar. Tepat di bawah sana temaram
lampu berkelip menambah suasana menjadi syahdu.
Udah jadi kebiasaan
gw ketika kaya gini gw suka tidur terakhir, mencoba menikmati momen ini lebih
lama. Duduk sendirian karena yang lain udah tidur membuat gw coba berkomunikasi
dengan alam ciptaan-Nya, mencoba mendengarkan jawaban dari bintang, angin yang
semilir menerpa tubuh, tanah bersih yang membentuk bukit ini. Alig? Mungkin
iyaa
Menghirup udara
bersih, terpukau oleh pertunjukan langit malam ini benar-benar membuat gw
merasa kecil di alam semesta ini. Apa yang sudah gw berikan, apa yang sudah gw
lakukan, kenapa gw dilahirkan? Apa tugas yang Tuhan berikan pada gw di dunia
ini? Pertanyaan-pertanyaan itu nusuk nusuk di otak gw (biarpun otak gw kecil).
Bahkan, gw kadang lupa bersyukur atas semua yang telah diberikan oleh-Nya pada
gw. Terlalu banyak mengeluh dan menuntut. Padahal Tuhan telah memberikan
anugerah yang luar biasa pada gw, gw masih diberikan kesempatan untuk berada di
tempat seperti ini.
Kalo mau kilas balik,
ternyata satu persatu mimpi dan impian gw telah jadi nyata, pelan-pelan. Hidup
gw terus berkembang jadi lebih baik tapi gw ternyata tidak menyadarinya. Malam
ini, alam sukses memberikan jawaban pada diri gw. Gw harus rajin-rajin
bersyukur untuk hal-hal sekecil apapun. Tuhan telah menyadarkan gw dengan
cara-Nya. Mungkin ini salah satu jawaban atas pertanyaan kenapa gw di kirimkan
ke tempat ini. Dan gw yakin, masih ada alasan kenapa gw dikasih kesempatan
untuk berkunjung kesini.
Beringsut masuk tenda
karena udah terlalu pagi, sekitar jam 2 pagi kalo ga salah dan badan udah
kerasa dingin banget, gw pun tidur dengan lelapnya. Pagi pagi bangun dan gw
kembali takjub dengan alam ini. Kereen banget paginyaa. Jadi semangat bangun
pagi deh ahaha kita pun bikin kopi dan sarapan sekedarnya karena emang
rencananya kita engga akan sampai terlalu siang di sini. Mumpung ada di sini
boleh kali yaah dikit foto foto hihi
Kiri ke kanan (Obet, Odax, Gw) |
Sekeping hati gw, gw
simpan di bukit ini. Mungkin suatu saat nanti gw bakalan balik lagi buat ngambil.
Kita engga akan pernah tau
Komentar
Posting Komentar